Selasa, 10 Juli 2012

Pidgin dan Creole


Pidgin dan Creole
a. Pidgin

Pidgin adalah bahasa yang berkembang sebagai alat komunikasi antara dua kelompok orang yang belum mempunyai bahasa yang umum. Bahasa ini merupakan penyederhanaan dari dua bahasa atau lebih. Bahasa pidgin tidak mempunyai penutur asli (native speaker). Bahasa ini terbentuk secara alami di dalam suatu kontak sosial yang terjadi antara sejumlah penutur yang masing-masing memiliki bahasa ibu. Bahasa pidgin cenderung mencampuradukkan kosa kata, bunyi, dan bentuk-bentuk gramatikal dari kedua bahasa.

Bahasa pidgin terbentuk ketika pengguna suatu bahasa terlibat dalam suatu pedagangan dengan pengguna bahasa lain. Penggunaan bahasa pidgin juga bisa terjadi di suatu perkebunan yang dikepalai oleh pengguna bahasa lain atau orang asing (bukan pemakai bahasa setempat) dan tidak satupun dari kedua pemakai bahasa (pekerja dan pengawas) mengerti bahasa masing-masing.

Dalam setting perkebunan, fungsi lain bahasa pidgin adalah untuk memudahkan para pekerja untuk berkomunikasi satu sama lain, karena para pekerja perkebunan itu tidak berbicara dalam bahasa yang sama. Bahasa pidgin juga bisa terjadi di kota-kota pelabuhan tempat bertemunya pedagang dan pelaut dari berbagai bangsa yang mempunyai bahasa ibu yang berbeda.

Bahasa pidgin juga bisa terbentuk karena adanya penjajahan. Misalnya pada bahasa pidgin Karibia. Karena pulau-pulau tropis dijajah, masyarakatnya direstrukturisasi, yaitu minoritas beberapa bangsa Eropa sebagai penguasa dan sejumlah besar orang-orang non-Eropa sebagai buruh. Para buruh itu, baik penduduk asli ataupun budak, biasanya datang dari kelompok yang berbahasa berbeda dan perlu berkomunikasi sehingga muncullah bahasa pidgin.

Karena bahasa pidgin terbentuk sebagai bahasa campuran dan hanya digunakan sebagai alat komunikasi di antara mereka yang berbahasa ibu berbeda itu, bahasa pidgin tidak memiliki standardisasi, otonomi, historisitas, dan vitalitas.

Contoh bahasa pidgin english di Papua New Guinea:

“Bipo tru igat wanpela liklik meri nau nem bilong em Liklik Retpela Hat.” (‘A long time ago, there was a little girl named Little Red Riding Hood.’)

b. Creole

Creole pada awalnya adalah orang keturunan Eropa yang lahir dan dibesarkan di suatu koloni tropis. Creole adalah bahasa pidgin yang struktur dan kosa katanya telah diperluas serta telah memiliki fungsi-fungsi yang diperlukan untuk menjadi bahasa pertama.

Jika bahasa pidgin sudah cukup lama digunakan, bahasa pidgin menjadi lebih kaya kosa kata dan strukturnya menjadi lebih kompleks, dan kemudian menjadi bahasa creole. Bahasa creole mengembangkan cara-cara untuk menandakan makna seperti bentuk waktu pada kata kerja, infleksi maupun afiks. Bahasa creole juga sudah mempunyai penutur asli.

Kebanyakan bahasa creole adalah bahasa yang berasal dari bahasa Eropa, misalnya kosa kata yang diambil dari satu atau lebih bahasa Eropa, seperti bahasa Inggris, Portugis, Spanyol, Prancis, dan Belanda. Bahasa creole Inggris dan Prancis adalah yang paling umum di New World. Bahasa creole Spanyol, Belanda, dan Portugis sangat umum di tempat lain dan bahasa ini penting dalam perkembangan seluruh bahasa creole (bahasa creole Spanyol di Filipina, bahasa creole Portugis di Asia Selatan, Tenggara, dan Timur)

Contoh bahasa pidgin yang telah menjadi bahasa creole dapat dilihat pada tabel berikut:


Tok Pisin
English
Tok Pisin
English
Bik
Big, large
Bikim
To enlarge, to make large
Brait
Wide
Braitim
To make wide, widen
Daun
Low
Daunim
To lower
Nogut
Bad
Nogutim
To spoil, damage
Pret
Afraid
Pretim
To frighten, scare


Jika bahasa creole telah bekembang, ia dapat berfungsi secara politis, pendidikan, kesusastraan, administrasi, dan lain-lain. Bahasa creole bisa menjadi bahasa standar, bahasa nasional, maupun bahasa resmi, misalnya Tok Pisin yang menjadi bahasa resmi di Papua New Guinea.

Dalam masyarakat dengan pembagian sosial yang masih kaku, bahasa creole bisa tetap menduduki fungsi L, di samping bahasa H yang resmi disetujui, misalnya pada bahasa diglosia Haiti. Jika bahasa creole digunakan bersama bahasa standar dalam suatu masyarakat di mana rintangan sosialnya (social barrier) bisa diatasi, bentuk-bentuk bahasa creole cenderung berubah berdasarkan bahaasa standar itu. Proses ini disebut decreolisasi. Pada akhirnya, akan ada rangkaian kesatuan (continuum) ragam antara bahasa standar dan bahasa creole. Hal ini dikenal dengan nama post-creole continuum. Contohnya bisa ditemukan di Jamaica dan Guyana.

Referensi:
Chaer, Abdul & Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.
Fasold, Ralph. 1990. The Sociolinguistics of Language. Oxford: Basil Blackwell
Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Sociolinguistics. New York: Longman.

0 komentar:

Posting Komentar